Makalah Ilmu Sosial Dasar ( Masalah Dalam Kontruksi)
MASALAH DALAM KONTRUKSI
Dalam
proses perjalanannya, sebuah kegiatan konstruksi dihadapkan pada berbagai
permasalahan dan seringkali tidak luput dari permasalahan tersebut. Banyak
faktor yang menyebabkan permasalahan itu terjadi dan ada berbagai macam jenis
permasalahan yang biasa terjadi dalam suatu proses konstruksi. Dalam pembahasan
ini, saya akan membahas tentang permasalahan dalam dunia konstruksi tersebut.
Tingkat
keberhasilan ataupun kegagalan suatu proyek akan banyak ditentukan oleh
pihak-pihak yang terkait secara tidak langsung (Dalam hal ini bisa pemilik
proyek, badan swasta, dan pemerintah) maupun
secara langsung yang dalam hal ini, yaitu
Penyedia barang dan jasa (Kontraktor Pelaksana, Konsultan perencana,
Konsultan pengawas) dalam suatu siklus/ tahapan manajemen meliputi Perencanaan
(Planning), Pengorganisasian (Organizing), Pengisian staff (Staffing),
pengarahan (Directing), pelaksanaan, pengendalian (controling), dan pengawasan
(supervising).
Beberapa
permasalahan dalam proses konstruksi, berkaitan dengan beberapa aspek:
1. Keterkaitan
antara waktu, biaya, dan mutu dalam sebuah proyek
Sebagaimana
diketahui bahwa dalam pelaksanaan manajemen konstruksi didasari dari proses
proyek itu sendiri, yang mempunyai awal dan akhir serta tujuan menyelesaikan
proyek tersebut alam bentuk bangunan fisik secara efisien dan efektif. Untuk
itu, diperlukan pengetahuan yang salah satunya menyangkut aspek teknik
pelaksanaan manajemen konstruksi itu sendiri dalam penyelenggaraannya. Beberapa
ruang lingkup pekerjaan yang menjadi aspek teknik dapat dilihat dibawah ini :
![Description: unduhan (2)](file:///C:/Users/User/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image004.jpg)
Gambar 8.1 : Struktur
pendekatan untuk manajemen proyek dengan variabel ruang llingkup kegiatan yang
merupakan aspek tekniknya.
(Sumber : Turney J.
Rodney : “The Handbook of Project Based Management”, McGraw-Hill Book Company,
Berkshire, Maidenhead, England, 1991)
Dari
gambaran sistematika di atas, dapat disebutkan bahwa proses proyek konstruksi
dimulai dengan perencanaan dan diakhiri dengan serah terima. Selama proses
berlangsung, beberapa aspek teknik yang berkaitan dengan proses, perlu
diketahui. Aspek teknik yang umum dilakukan terdistribusi dalam :
– Perencanaan (planning)
– Penjadwalan (scheduling)
– Pengendalian (controling)
Hal
ini untuk mencapai tujuan proyek yaitu menghasilkan bangunan fisik yang
mempunyai variabel biaya-mutu-waktu yang optimal. Sebagaimana diketahui secara
tradisional bahwa ketiga variabel tersebut saling berkaitan dan saling
mempengaruhi, yang umumnya dikenal sebagai Biaya – Mutu – Waktu.
![Description: unduhan (1)](file:///C:/Users/User/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image006.jpg)
Gambar 8.2 : Segitiga
variabel biaya – mutu – waktu yang saling mempengaruhi, variabel utama dalam
aspek teknik manajemen konstruksi
(Sumber : Turney J.
Rodney : “The Handbook of Project Based Management”, McGraw-Hill Book Company,
Berkshire, Maidenhead, England, 1991)
Ketiga
variabel tersebut berkaitan dan saling mempengaruhi. Sebagai misal MUTU :
kualitas mutu berkaitan dengan BIAYA yang dikeluarkan, besar kecilnya biaya
secara umum menunjukkan tinggi rendahnya mutu untuk suatu pekerjaan yang sama
dengan spesifikasi yang sama pula. Demikian pula dengan WAKTU pelaksanaan,
tinggi rendahnya MUTU secara tidak langsung berkaitan dengan lama waktu
pelaksanaan, mutu yang tinggi membutuhkan kehati-hatian dan pengawasan mutu
yang lebih intensif, sehingga jelas akan memakan waktu yang lebih daripada
waktu yang normal. Dari WAKTU yang lebih lama ini otomatis, paling tidak dari
segi biaya tidak langsung, akan kembali menambah BIAYA pelaksanaan. Bentuk
saling ketergantungan ini memberikan beberapa kebutuhan akan teknik untuk
menajemen proses konstruksi seperti tersebut di atas. Atas dasar tersebut, pada
modul ini akan dibahas beberapa teori / teknik dalam lingkup pelaksanaan
manajemen proyek konstruksi, yang meliputi :
a.
Tahap
Perencanaan
·
Penyusunan
Work Breakdown Structure (WBS)
·
Penyusunan
Organization Analysis Table (OAT)
·
Memperkirakan
durasi dari WBS, OAT, Analisa Harga Satuan dan Ketersediaan Sumber Daya
Manusia.
·
b.
Tahap
Penjadwalan
·
Diagram
Jaringan 1 (Activity on Arrow)
·
Diagram
Jaringan 2 (Pengantar Activity on Node)
·
Metode
Lintasan Kritis (CPM)
·
Aliran Kas
(Cash Flow)
c.
Tahap
Pengendalian
·
Monitoring 1 :
Kurva – S
·
Monitoring 2 :
Integrasi Biaya – Waktu (Earned Value)
·
Percepatan
Waktu dengan Biaya Optimal (Least Cost Analysis).
2. Koordinasi
dan Pengaturan Manajemen
Manajemen
proyek dapat didefinisikan sebagai suatu proses dari perencanaan, pengaturan,
kepemimpinan, dan pengendalian dari suatu proyek oleh para anggotanya dengan
memanfaatkan sumber daya seoptimal mungkin untuk mencapai sasaran yang telah
ditentukan. Tujuan/sasaran Manajemen Proyek adalah mengelola fungsi manajemen
atau mengatur pelaksanaan pembangunan sedemikian rupa sehingga diperoleh hasil
optimal sesuai dengan persyaratan (spesification) untk keperluan pencapaian
tujuan ini, perlu diperhatikan pula mengenai mutu bangunan, biaya yang
digunakan dan waktu pelaksanaan Dalam rangka pencapaian hasil ini selalu
diusahakan pelaksanaan pengawasan mutu ( Quality Control ) , pengawasan biaya (
Cost Control ) dan pengawasan waktu pelaksanaan ( Time Control ). Pengelolaan
aspek-aspek tersebut dengan benar merupakan kunci keberhasilan dalam
penyelenggaraan suatu proyek.
Dengan
adanya manajemen proyek maka akan terlihat batasan mengenai tugas, wewenang,
dan tanggung jawab dari pihak-pihak yang terlibat dalam proyek baik langsung
maupun tidak langsung, sehingga tidak akan terjadi adanya tugas dan tangung
jawab yang dilakukan secara bersamaan (overlapping).
Apabila
fungsi-fungsi manajemen proyek dapat direalisasikan dengan jelas dan
terstruktur, maka tujuan akhir dari sebuah proyek akan mudah terwujud, yaitu:
-
Tepat Waktu
-
Tepat
Kuantitas
-
Tepat Kualitas
-
Tepat Biaya
sesuai dengan biaya rencana
-
Tidak adanya
gejolak sosial dengan masyarakat sekitar
-
Tercapainya K3
dengan baik
Pelaksanaan
proyek memerlukan koordinasi dan kerjasama antar organisasi secara solid dan
terstruktur. Dan hal inilah yang menjadi kunci pokok agar tujuan akhir proyek
dapat selesai sesuai dengan schedule yang telah direncanakan.
Beberapa
unsur organisasi yang masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda. Adapun
pihak-pihak tersebut antara lain:
1) Pemilik
proyek (owner)/investor yang juga merupakan konsultan manajemen konstruksi
2) Konsultan
perencana arsitektur, landscape, dan quantity surveyor.
3) Kontraktor
pelaksana utama yang membawahi:
·
Konsultan
perencana struktur
·
Sub kontraktor
spesialis
4)
Kontraktor
pondasi
Dalam
menjalankan tugas dan fungsinya, ke-4 pihak tersebut harus mempunyai hubungan
kerja yang jelas, dan dapat bersifat
ikatan kontrak, perintah, maupun garis koordinasi.
![Description: unduhan](file:///C:/Users/User/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image008.jpg)
Gambar
1.1 Skema Hubungan Kerja Pihak-Pihak Yang Terkait dalam Proyek
Berikut
ini adalah beberapa contoh hal atau faktor yang dapat menjadi penghambat dalam
penyelesaian proses konstruksi, antara lain :
·
Bahan
·
Tenaga Kerja
(SDM)
·
Peralatan
·
Lingkungan
·
Keuangan
·
Faktor
Perubahan (Ekonomi maupun Sosial)
Contoh
kegagalan proyek konstruksi akibat salah satu faktor diatas :
Robohnya Jembatan
Penghubung Gedung Perpustakan Daerah DKI (November 2014)
Disebabkan
faktor peralatan & faktor tenaga kerja (SDM). Bangunan jembatan penghubung
ini menghubungkan gedung Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi DKI
Jakarta. Keruntuhan terjadi pada tanggal 3 November 2014.
![Description: jembatan penghubung perpus DKI](file:///C:/Users/User/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image010.jpg)
Jembatan
Penghubung runtuh
Keruntuhan
terjadi diakibatkan sistem perancah yang mengalami kegagalan. Scafolding yang
digunakan merupakan scafolding besi dengan kondisi yang sudah tidak layak
pakai:
a. Kondisi
scafolding banyak yang sudah keropos dan ada beberapa yang sudah bolong.
b. Pemasangan
scafolding tidak dilengkapi dengan bracing, sehingga scafolding tidak stabil.
c. Adanya
perlemahan scafolding yang tidak dihitung seperti adanya jalan akses untuk
kendaraan dibawah struktur yang sedang dibangun.
![Description: perancah](file:///C:/Users/User/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image012.jpg)
Scafolding
bengkok
Demikian
contoh beberapa kasus kegagalan struktur yang pernah terjadi di Indonesia.
Sebenarnya masih ada beberapa contoh kasus lain akan tetapi belum sempat
dibahas pada kesempatan kali ini. Penulis berharap deretan kasus yang terjadi
dapat menjadi bahan pembelajaran bagi para engineer untuk dapat lebih cermat
baik pada saat desain maupun saat pengawasan pekerjaan di lapangan. Sehingga
deretan kasus kegagalan struktur diatas tidak bertambah panjang.
Runtuhnya Jembatan
Mahakam II, Tenggarong (November 2011) – Disebabkan faktor bahan & faktor
tenaga kerja (SDM)
Jembatan
yang merupakan tipe Gantung (Suspension Bridge) ini memiliki panjang total 710
m. Keruntuhan terjadi pada tanggal 26 November 2011 sekitar sepuluh tahun
setelah diresmikan.
![Description: jembatan tenggarong](file:///C:/Users/User/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image014.jpg)
Jembatan
Tenggarong Runtuh
Identifikasi
penyebab keruntuhan ini merupakan hasil investigasi yang dilakukan oleh tim
LPPM UGM pada tanggal 27 November 2011 (sehari setelah kejadian).
Berdasarkan
fakta yang ditemukan di lapangan menunjukkan bahwa jatuhnya truss jembatan
beserta hangernya terjadi akibat kegagalan konstruksi pada alat sambung kabel
penggantung vertikal (clamps and sadle) yang menghubungkan dengan kabel utama.
![Description: clamps and sadle](file:///C:/Users/User/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image016.jpg)
Ada
beberapa kemungkinan yang menyebabkan alat sambung ini mengalami kegagalan
diantaranya:
a. Kurang
baiknya perawatan jembatan yang menyebabkan konstruksi alat penggantung kabel
vertikal tidak berfungsi dengan baik dan tidak terdeteksi kemungkinan adanya
kerusakan dini.
b. Kelelahan
(fatigue) pada bahan konstruksi alat penggantung kabel vertikal akibat
kesalahan desain dalam pemilihan bahan atau sering terjadi kelebihan beban
rencana (over load) yang mempercepat proses terjadinya degradasi kekuatan.
c. Kualitas
bahan konstruksi alat sambung kabel penggantung ke kabel utama yang tidak
sesuai dengan spesifikasi dan standar perencanaan yang ditetapkan.
d. Kesalahan
prosedur dalam pelaksanaan perawatan konstruksi atau kesalahan dalam menyusun
standar operasional dan perawatan konstruksi yang direncanakan.
e. Kemungkinan
terjadinya penyimpangan kaidah teknik sipil dalam perencanaan karena seharusnya
konstruksi alat penyambung harusnya lebih kuat daripada kabel penggantung yang
disambungkan dalam kabel utama.
f.
Kesalahan
desain dalam menentukan jenis bahan/ material untuk alat penyambung kabel
penggantung vertikal yang dibuat dari besi tuang/ cor (cas iron) atau kesalahan
dalam menentukan jenis atau kapasitas kekuatan alat tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
·
http://www.ilmusipil.com/manajemen-proyek
Komentar
Posting Komentar